![]() |
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi bersama Tim Hukum Jabar Istimewa, Dendang Koswara,S.H. (kiri) |
KarawangNews.com - Tindakan melawan hukum pelaku premanisme, ketika dilakukan secara individu atau kelompok harus ditertibkan untuk menjaga iklim investasi yang baik dan menjamin keamanan di tengah masyarakat.
Hal itu disampaikan anggota Tim Hukum Jabar Istimewa, Dendang Koswara,S.H, menyikapi kepemimpinan Gubernur Provinsi Jawa Barat, Dedi Mulyadi akrab disapa KDM atau 'Bapak Aing' yang dinilai merakyat dan tegas menekan praktik premanisme di wilayahnya tersebut.
"Kang Dedi Mulyadi atau KDM, sosok pemimpin yang saat ini mendapat simpatik dari masyarakat, karena sepak terjangnya ini dinilai memiliki solusi untuk membangun Jawa Barat yang lebih baik," kata Dendang Koswara kepada wartawan ketika berada di Saung Lebak Nyai, Wadas, Karawang, Minggu (18/5/2025) siang.
Menurut Dendang Koswara, KDM ini, dinilai sosok pemimpin yang peduli, mampu mengerti dan mendengar keluh kesah rakyat kecil di Jawa Barat.
"Mungkin saja, dia mencontoh gaya kepimpinan Umar Bin Khattab, sahabat Nabi Muhammad SAW di masa kekhalifahan khulafaur rasyidin," sebutnya.
Selain itu, Dendang Koswara juga menyoroti terkait Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Provinsi Jawa Barat, mereka ini merupakan penyambung aspirasi yang mewakili rakyat, untuk mencapai tujuan bersama bagaimana untuk mensejahterakan masyarakat di Jawa Barat.
"Jabatan DPRD di kabupaten/kota atau provinsi itu mitra pemerintah sebagai kontrol budgeting, bukan oposisi. Ini harus bisa dibedakan dengan DPR RI, mereka dapat menjalankan tugasnya menjadi oposisi sebagai kontrol dan juga penyeimbang pemerintah," tuturnya.
Lebih jauh dikatakan Dendang Koswara, kembali membahas terkait premanisme merupakan sejarah panjang dari masa ke masa yang ada di bumi Indonesia dari zaman Hindia Belanda sampai zaman kemerdekaan Indonesia selalu menjadi pembicaraan dan pembahasan di lingkungan masyarakat yang seakan-akan tiada akhir.
"Di antara tindakan premanisme tersebut yang dilakukan para preman ini seperti pemerasan, intimidasi dan kekerasan yang dilakukan oleh individu, atau kelompok," ungkapnya.
Menurut Dendang Koswara, hal ini perlu ketegasan dari pemerintah untuk memberikan kenyamanan kepada masyarakat serta menjamin keamanan dan ketertiban yang nyaman dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
"Pemerintah sudah mempunyai aturan hukum tegas yang bisa digunakan untuk menekan dan memberantas praktik-praktik premanisme itu," kata Dendang.
Ia memaparkan, seperti diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana pasal 368, dijelaskan, barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum bisa terancam hukuman pidana kurungan atau penjara.
"Memaksa orang lain secara melawan hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan suatu barang, yang seluruhnya atau sebagian milik orang itu atau milik orang lain atau untuk memberi utang atau menghapus piutang diancam karena pemerasan dengan ancaman 9 tahun pidana penjara," paparnya.
Selain itu, disebutkan juga pada pasal 170 KUHPidana, barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun, 6 bulan.
Kemudian pada undang undang No.16 Tahun 2017 tentang peraturan pemerintah pengganti undang-undang No.2 Tahun 2017 tentang perubahan atas undang- undang No.17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan, undang-undang ini bertujuan untuk melindungi Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila.
"Dengan undang-undang ini pemerintah dapat membubarkan ormas tanpa melalui proses pengadilan atau contrarius actus," terangnya.
Ia menambahkan, jika dianggap tidak sejalan dengan nilai-nilai kebangsaan,merusak sistem kehidupan berbangsa dan bernegara menyerang merusak institusi negara setelah mempertimbangkan berbagai aspirasi masyarakat.
"Tinggal bagaimana pemerintah menggunakan instrumen lembaga penegak hukum untuk mengimplementasikan aturan yang ada," ujarnya. [Sukarya]