• Jelajahi

    Copyright © KarawangNews.com - Pelopor Media Online di Karawang
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Tim Pemberantas Korupsi Melemah?

    Selasa, 16 Juni 2009
    PASCA Pemerintahan Orde Lama, Pemerintahan Orde Baru diwaris berbagai macam persoalan, termasuk korupsi. Presiden Soeharto melalui Keppres Nomor 228 Tahun 1967 membentuk Tim Pemberantas Korupsi (TPK). Tim ini mencatat keberhasilan dengan menyeret mantan Kepala Depot Logistik Budiadji ke meja hijau.
     
    Demikian kata pengamat politik, Kholid Al Kautsar, kepada RAKA, Senin (15/6) siang. Menurutnya, pada tahun 1970, korupsi justru menyebar di tubuh pemerintahan Orde Baru. Januari 1970 beberapa organisasi mahasiswa Indonesia turun ke jalan untuk memprotes kasus-kasus korupsi yang terjadi. Karena ada tekanan mahasiswa itulah, Presiden Soeharto segera mengumumkan pembentukan Komisi IV yang diketuai oleh Wilopo SH, dan mantan Wakil Presiden Muhammad Hatta ditunjuk sebagai penasihatnya.
     
    Satu tahun kemudian, diterapkanlah perangkat hukum, UU No 3 tahun 1971 tentang pemberantasan korupsi. Tapi realitasnya perangkat tersebut tidak berfungsi seperti yang diharapkan. Meski hukumannya sangat berat, yaitu hingga seumur hidup, namun selama 29 tahun pelaksanaannya, tidak pernah ada pelaku korupsi yang dihukum seumur hidup.
     
    Tim pemberantasan korupsi yang punya prestasi cukup besar adalah Operasi Ketertiban (Opstib) sesuai Inpres Nomor 9 Tahun 1977. Opstib berhasil menyeret sejumlah aparat penegak hukum, termasuk hakim yang terbukti menerima suap. Pernah dicoba untuk membentuk kembali Tim Pemberantasan Korupsi pada tahun 1982, namun hal itu tidak pernah terjadi, karena Soeharto tidak pernah menanda tangani kepresnya.
     
    Karena tuntutan reformasi atas KKN di tubuh pemerintahan Orde Baru, maka Soeharto mengundurkan diri pada tahun 1998 dan digantikan oleh BJ Habibi. Proses reformasi menghasilkan satu TAP dan UU yang terkait dengan penyelenggaraan negara yang bersih dari KKN, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU anti korupsi), dan pembentukan Komisi Pemeriksa Harta Pejabat. Selain itu, muncul gagasan pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi.
     
    Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gusdur), dibentuk lembaga Ombudsman yang berwenang melakukan klarifikasi, monitoring atau pemeriksaan atas laporan masyarakat mengenai penyelenggaraan negara. Selain itu berdasarkan pasal 27 UU No 31/1999 maka Kejaksaan Agung membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
     
    Namun, tim ini tidak berfungsi efektif, karena kedudukannya di bawah Jaksa Agung, serta tidak diberikan kewenangan yang luas dalam melakukan penyidikan dan penyelidikan kasus-kasus korupsi. Setelah itu, berdasarkan Pasal 10 UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara negara yang bersih dan bebas KKN, Presiden Gusdur membentuk Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN). Namun komisi ini tidak memiliki kewenangan untuk menyelidiki.
     
    Setelah pemerintahan Gusdur berganti ke Megawati, KPKPN dibubarkan, kemudian dimasukan ke dalam Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebuah lembaga super body. Lembaga ini memiliki kewenangan luar biasa, mulai menyelidiki hingga menangkap tersangka kasus korupsi. "Lantas, bagaimana dengan Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtastipikor) bentukan pemerintahan SBY," ujarnya. (spn)
    Kolom netizen

    Buka kolom netizen

    Lentera Islam


    Hai orang-orang yang beriman jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al Baqarah: 153)

    Berita Terbaru