![]() |
Asdoy. (foto:Sky) |
KarawangNews.com – Seleksi sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun 2025 di sejumlah SMP Negeri di Karawang, Jawa Barat, dinilai rumit dan menyulitkan orangtua calon siswa, khususnya warga dengan keterbatasan ekonomi.
Hal ini diungkapkan seorang tokoh pemuda Dawuan Cikampek, Asep Doyok akrab disapa Asdoy, menyoroti salah satunya SPMB di SMP Negeri Kotabaru, Karawang. Ia mengaku telah menerima aduan orangtua calon siswa yang anaknya frustasi, akibat ditolak dari sekolah tersebut.
"Saya turut prihatin atas kejadian yang menimpa seorang anak inisial AK (12) yang frustasi, karena tidak diterima jadi calon siswa di SMPN 2 Kotabaru," kata Asdoy pada wartawan, Sabtu (5/7/2025) siang.
Dikatakan Asdoy, setelah dipastikan tidak diterima, orangtua AK ini mengaku kondisi anaknya tidak sadar diri terus melamun sambil nangis menolak makan dan minum.
"Seleksi pendidikan seperti ini mengkhawatirkan, menimbulkan dampak negatif psikologis bagi anak," ucapnya.
Ia menegaskan, karena SPMB ini pihaknya akan melakukan aksi protes unjuk rasa bersama warga ke SMPN 2 Kotabaru tersebut.
"Besok lusa kita berencana melakukan aksi protes, melihat sulitnya akses pendidikan bagi rakyat kecil," tegasnya.
Sementara itu, orangtua AK, warga dari Kampung Sukamanah, Cikampek, Dormen Damanik mengaku kecewa lantaran tiga kali mendaftarkan anaknya ke SMP Negeri Kotabaru selalu ditolak.
Padahal lokasi sekolah itu tidak jauh dari rumahnya, meski sudah melalui jalur Keterangan Tidak Mampu (KTM) domisili dan prestasi.
"Saat ini sangat sulit sekali mendaptarkan anak ke SMP Negeri, dengan berbagai jalur seleksi, tetap saja ditolak," kata Dormen.
Menurutnya, sistem saat ini jauh lebih membingungkan dibandingkan sistem pendaftaran tahun-tahun sebelumnya. Ia berharap pemerintah mengembalikan sistem seperti dulu yang lebih sederhana dan ramah bagi warga ekonomi lemah.
"Kami tidak punya biaya untuk sekolah swasta, makanya ingin masuk SMP negeri. Di situ kan lebih ringan biayanya dan ada bantuan," katanya.
Ia pun mengaku sudah berupaya ke berbagai pihak untuk mengajukan permohonan, namun tetap ditolak dengan alasan kuota penuh. Hal ini berdampak pada psikologis anak yang kini kehilangan semangat untuk bersekolah.
"Anak saya cuma mau sekolah di situ, ke tempat lain nggak mau. Kalau sistemnya seperti ini terus, makin susah untuk masyarakat kecil," keluhnya.
Ia berharap pemerintah daerah segera mengevaluasi sistem SPMB agar lebih adil dan tidak diskriminatif.
"SPMB ini sangat menyulitkan untuk akses pendidikan ke sekolah negeri," ungkapnya.
Di sisi lain, panitia SPMB SMPN 2 Kotabaru, Heni Lestari, memberikan klarifikasi melalui jejaring WhatsApp terkait sejumlah calon siswa yang tidak diterima.
"Kami dari panitia hanya menjalankan tugas sesuai dengan sistem yang telah ditetapkan," terang Heni.
"Tugas kami adalah memverifikasi dan menyetujui data yang masuk. Terkait penolakan di jalur penerimaan, hal itu ditentukan oleh sistem berdasarkan kuota yang tersedia," papar Heni.
Menurutnya, kuota awal untuk jalur rapor di SMPN 2 Kotabaru adalah sebanyak 48 siswa. Namun, terjadi limpahan dari tahap pertama sebanyak 20 siswa, sehingga total kuota menjadi 68.
"Keputusan akhir bukan dari panitia, melainkan hasil seleksi sistem berdasarkan urutan nilai dan kuota," jelasnya. [Sky]