Bagi anda yang menyukai masakan khas Sunda plus panoramanya, tentunya Saung Beureum adalah tempat yang wajib dikunjungi jika anda mengunjungi Rengasdengklok, Kabupaten Karawang. Di sini, semua jenis masakan Sunda disediakan dengan cita rasa khas warisan leluhur. Anda bisa menikmati semua hidangan itu di dalam saung-saung bambu yang sejuk. Mau?
Lokasinya di Desa Amansari, Kecamatan Rengasdengklok, jika dari arah Tanjungpura, Saung Beureum ini ada disebelah kanan jalan, kira-kira 1 km sebelum masuk Kota Rengasdengklok. Saung Beureum yang memiliki area 3000 meter persegi ini lengkap dengan kolam ikan yang disediakan bagi penggemar mancing. Usai mancing, ikannya bisa digoreng atau dibakar untuk disantap, wah pasti nikmat. Di Saung Beureum ini disediakan satu 'bale sagala guna' atau ruang serba guna. Selain itu ada saung radio fm, saung padepokan seni dan lainnya. Sedangkan tiap saung makan dikasih nama dengan nama-nama alat musik Sunda, misal suling, kendang, angklung dan lainnya.
Ini supaya Saung Beureum memiliki kesan sebagai tempat seni budaya Sunda, seperti dikatakan pemiliknya Ir. H. Herman El Fauzan kepada Radar Karawang, alumnus ITB (Institut Teknologi Bandung) tahun 1989 ini sengaja menciptakan tempat makan dengan wisata kuliner & seni budaya. Selain pengunjung diajak goyang lidah mencicipi masakah leluhur Sunda, juga disajikan alam Sunda dengan musik-musik khas Sunda.
Menurutnya, jika bukan orang Sunda, siapa lagi yang mau memberdayakan kuliner & seni budaya Sunda. Nah, yang lebih menyentuh lagi, pelayan-pelayan Saung Beureum yang cantik-cantik dan gagah-gagah ini akan menyapa pengunjung dengan Bahasa Sunda, tutur kata yang santun dan lembut akan membuat pengunjung benar-benar berada di dalam lingkungan tataran Sunda yang asli, mengingat selama ini, kebanyakan orang Sunda merasa asing dengan Bahasa Sunda dan lebih sering bicara Bahasa Indonesia.
Kata Herman, di Saung Beureum tidak ada menu istimewa, karena semua adalah istimewa. Diakuinya, dia hanya menjual masakan budaya, soal tempat makan hanya dimodivikasi sedikit menyerupai masyarakat Sunda umumnya, jika mereka makan di sawah dan saung ini memang dibuat alami, bahkan tidak ada satu pun bangunan yang dibuat dari semen, kecuali dari bambu dan jerami.
Masakan tempo dulu ada disini, tidak ada yang modern, tidak ada menu yang istimewa, karena semua menu adalah istimewa. Nama masakan pun tidak mengadopsi dari masakan modern, seperti tumis kangkung tidak akan disebut capcai, ini untuk mempertahankan keaslian masakan Sunda, tergantung nanti selera konsumen mau makan apa.
Sebenarnya masih banyak manu asli khas Sunda yang belum ada di Saung Beuruem, jadi satu persatu menu Sunda disediakan di saung ini. Kata H. Herman, menu yang ada di saungnya adalah masakan-masakan Sunda yang dia temukan, banyak menu lainnya yang sulit dibuat, semisal masakan tutut dan kepiting tonggeng, itu masakan yang sulit dicari karena bahan bakunya. Semisal ikan belut yang sulit dicari. Jika beberapa hari ada, kadang beberapa hari kemudian kehabisan, tapi dalam menu tetap tercatat. Untuk itu, dia mencari belut hingga keluar kota dengan biaya beli yang mahal tapi harga jual yang relatif murah.
"Saya tidak menyebutkan Saung Beurem ini adalah restoran, yang saya tampilkan juga bukan sebuah restoran, saya hanya khawatir ada rekayasa makanan atau inprovisasi makanan yang tidak dari leluhur dan budaya Sunda, misal nasi timbel Sunda dan nasi timbel Cina, nah saya tidak mau masakan saya di improv, kalau Sunda ya Sunda, tidak untuk direkayasa," ucapnya.
Kuliner ini dijual untuk memamerkan budaya Sunda, jangan sampai Karawang dan Bandung kehilangan Sundanya, karena sekarang banyak masakan dari luar di perkotaan, tujuan Saung Beureum ini memamerkan budaya Sunda dengan nilai jual tinggi. Namun begitu, ada minuman yang pakai mesin modern blender tapi tetap menggunakan buah lokal. Dan penyajian piringnya pun pakai daun pisang, termasuk menunya dengan sebutan orang Sunda.
Tak hanya menghidangkan masakan khas Sunda, H. Herman pun memiliki tujuan untuk melestarikan seni budaya Sunda melalui masakan khas, di Saung Beureum ini dia mendesain tempat makannya dengan alami sambil memperlihatkan seni-seni dan budaya Sunda yang dianggapnya sudah pudar. Tak jarang orang Sunda tidak tahu alat musik asli Sunda.
Memaknai Saung Beureum, nama beureum atau merah itu melambangkan berani, maksudnya berani eksis dan menampilkan khas Sunda di mata publik, karena selain sebagai tempat makan, di saung ini diperlihatkan nuansa Sunda. "Saya ingin memperlihatkan orang Sunda masih ada, karena saya sendiri merasa yakin, karakter aslinya orang Sunda dan Jawa sudah tidak ada, tercemar westernisasi, orang Sunda dan Jawa sangat dikenal ramah. Makanya, saya tampil berani untuk menyatakan orang Sunda masih ada dengan keaslian Sundanya," jelas Herman.
Diakuinya, dia ingin mempertahankan nilai-nilai leluhur tentang khas makanan, kini banyak beredar menu makanan baru seperti fried chicken, akhirnya nama masakan budaya lokal tidak tahu. Ada masakan yang sebenarnya tidak kalah enak dibanding makanan yang didatangkan dari luar, makanan khas seperti lotek, pecak lenca dan lainnya sebenarnya bisa menyaingi menu luar. Dengan demikian, Herman bermaksud untuk kembali memperkenalkan budaya leluhur yang kini seolah tersisihkan. Dia juga menceritakan, seperti di Saung Ujo Jawa Barat, mayoritas yang belajar alat musik Sunda adalah orang asing, karena sebenarnya mereka suka dengan budaya Sunda, sedangkan anak Indonesia malah 'ngeband'.
Acara seni budaya yang selalu disajikan Saung Beureum diantaranya Kecapi Suling malam Minggu, juga ada acara 'ngabungbang' pada bulan purnama, acara Padepokan Seni Saung Beureum yang digelar orang-orang lulusan ASTI (Akademi Seni Tari Indonesia) Bandung.
"Ada juga yang menggugah saya membangkitkan seni budaya Sunda, yaitu dari seorang penyanyi cilik Kustian, ada pemikiran orang yang berkarakter Sunda akan hancur dan hilang, pada liriknya disebutkan 'urang sunda kamarana' (orang Sunda kemana, red). Dengan begitu, maka saya semakin mantap memperkenalkan seni budaya Sunda, diantaranya melalui masakan khas Sunda," ujarnya.
Tidak hanya sebatas kuliner & seni budaya Sunda, di Saung Beureum ini juga menerapkan karakter Sunda, terutama bagi para karyawannya, mereka mengajak pengunjung untuk kenal lebih dekat dengan budaya Sunda. Sebelum saung ini buka, ada Pendidikan Bahasa dan Budaya Sunda bagi karyawannya, mereka dijelaskan tentang ramah-tamah dan budaya Sunda, seperti saat menerima tamu, tidak menguping obrolan tamu, tapi pelayan ini tidak jauh dengan tamu supaya semua kebutuhan tamu bisa dilayani. (spn)