KARAWANG, KarawangNews.com - Langkah calon Wakil Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi di Desa Jayamukti Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang harus terhenti sejenak.
Pasalnya, pria yang lekat dengan iket Sunda berwarna putih itu dicegat oleh Semar. Namun, bukan Ki Semar Badranaya, tokoh dalam wayang golek Sunda, melainkan, Semar (40) seorang Kepala Dusun Babakan di Desa Gembongan.
Desa tersebut berada dalam wilayah kecamatan yang sama dengan Desa Jayamukti.
Semar mengaku sengaja menghentikan langkah Dedi Mulyadi karena ingin membawanya untuk menemui salah seorang warganya yakni Tacim (19). Ia mendengar keberadaan Dedi di desa tetangga yang sedang menyapa warga setempat.
Tacim merupakan seorang pemuda yang tengah mengalami depresi sejak usia remaja. Meski begitu, dia merupakan satu-satunya tulang punggung keluarga.
"Saya ada terima kabar. Katanya, ada Kang Dedi Mulyadi lalu buru-buru saya cek, ternyata benar. Tadi langsung saja saya bawa menemui Tacim. Saya minta doa dari Kang Dedi buat Tacim, atau barangkali Kang Dedi ada solusi," katanya, Jum'at (23/2/2018) di kediaman Tacim.
Menurut keterangan Semar, depresi pemuda yang hanya mengenyam pendidikan sampai Kelas VIII SMP ini terjadi secara tiba-tiba. Perubahan drastis dirinya terjadi sejak sekitar satu bulan lalu. Dia sering mendapati Tacim sedang melamun sendirian.
"Ini masuk dua bulanan dia sering melamun. Kalau lihat kucing, dia lari ke atas pohon. Saat saya tanya, dia hanya bilang takut adiknya gak bisa sekolah, takut keluarganya gak bisa makan. Soalnya, bapaknya memang sudah tua," ungkapnya.
Sebagai kepala dusun, Semar berinisiatif menggalang dana bantuan dari warga untuk pengobatan Tacim. Namun karena dana tidak terkumpul banyak, terpaksa pihak keluarga menjual kambing milik Tacim untuk biaya berobat.
"Sudah tiga kali dibawa ke dokter jiwa sampai jual domba, sempat udunan warga tapi belum cukup juga," katanya.
Dedi Mulyadi kemudian minta dipertemukan dengan keluarga Tacim. Tenyata, pihak keluarga pun tidak terlalu mengetahui kondisi Tacim yang sebenarnya.
"Gak tahu, cuma bilangnya takut si enok (adiknya) tidak bisa sekolah, itu saja," ungkap ibunya, Erni (48).
Lantas, Dedi Mulyadi meminta satu per satu keluarganya untuk memeluk Tacim. Dekapan dari sang adik, khafifah dan ibunya diyakini Dedi dapat meringankan beban psikologis yang diderita oleh Tacim.
"Nok, peluk kakakmu, dia hebat, dia takut kamu gak sekolah sampai jadi begini. Ibu, peluk anaknya, doakan semoga cepat sembuh. Insya Allah segera sembuh," kata Dedi.
Menurut Dedi, kasus Tacim bukanlah kasus tunggal di Jawa Barat. Apalagi, beban sebagai tulang punggung keluarga menjadikan kondisi psikologis orang sepertinya kian berat.
"Bandingkan dengan anak seusianya yang lain. Umur segitu sudah menjadi tulang punggung keluarga, jadi depresi dan stres. Kasus ini banyak terjadi di Jawa Barat," ujarnya.
Karena itu, lanjut dia, perlu dibangun rumah sakit jiwa di setiap karesidenan di Jawa Barat dalam menanggulangi kasus tersebut.
"Di setiap karesidenan harus ada rumah sakit jiwa, Tacim masih bisa diobati dan masih berada di lingkungan keluarganya. Lihat mereka yang diterlantarkan, jadi nanti tidak ada orang stres di Jawa Barat yang terlantar," ujarnya. (rls)